ENTEROVIRUS 71, SI PEMBAWA MAUT

2010-03-23 08:35:24 || Sudah dibaca sebanyak : 2264X Dr Widodo Judarwanto SpA,
Klinik Alergi Anak dan Picky Eaters Clinic
Rumah Sakit Bunda Jakarta

Kementerian Kesehatan Cina mengeluarkan perintah siaga nasional Sabtu (3/5) karena
merebaknya virus maut yang telah merenggut jiwa 23 anak-anak di satu kota dengan
cepat. Peningkatan kesiagaan dilakukan karena melonjaknya kasus penyakit yang
disebabkan virus Enterovirus 71 atau EV-71, satu jenis penyakit kaki, mulut dan
tangan. Fenomena ini tampaknya harus diantisipasi dengan cermat dan cepat oleh
masyarakat khususnya pihak departemen kesehatan. Bukankah penyakit SARS dan flu
burung juga diawali terjadinya di daratan Asia tersebut ? Tetapi justru selanjutnya
di Indonesia penyakit yang berpotensi pandemi itu sering lebih sulit dikendalikan di
Indonesia. 
Bagi masyarakat Indonesia kejadian luar biasa tersebut sebenarnya mungkin merupakan
hal yang biasa. Karena, infeksi kaki, tangan dan mulut adalah suatu yang sering
terjadi di Indonesia. Yang menjadi tidak biasa adalah penyebabnya enterovirus 71,
yang cukup mematikan. Dalam era globalisasi dimana tranportasi serta perpindahan
penduduk antar negara yang demikian pesat bukan tidak mungkin penyakit yang sangat
cepat penyebarannya itu nantinya berpotensi mengancam masyarakat Indonesia. Kejadian
luar biasa yang ditemukan di bagian selatan Cina memicu kekhawatiran bahwa virus itu
kemungkinan akan menyebar, karena bulan Juni dan Juli dianggap sebagai musim puncak
penyakit ini

Infeksi Kaki tangan dan Mulut
Dalam masyarakat infeksi virus tersebut sering disebut sebagai "Flu Singapura".
Dalam dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau
penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM ). Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae, Genus
Enteroviru. Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam
Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan
Enterovirus. Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah
Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih
berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. 
Satu kelompok dengan infeksi KTM adalah vesicular stomatitis dengan eksantema (KTM)-
Cox A 16, EV 71, vesikular faringitis (Herpangina) - EV 70 dan Acute Lymphonodular
Pharyngitis - Cox A 10.
Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah
penyakit umum yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat yang sangat padat dan
menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun. Orang dewasa umumnya kebal
terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu
melalui droplet, pilek, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta.
Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan
mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa
penyakit seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik,
namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Penyakit
tangan, kaki dan mulut adalah penyakit umum dan penyebarannya dapat terjadi di
antara kelompok anak, misalnya di sekolah atau di tempat penitipan anak. Penyakit
tangan, kaki dan mulut biasanya tersebar melalui hubungan sesama manusia. Virus ini
tersebar dari kotoran seorang yang terkena ke mulut orang lain lewat tangan
tercemar, tapi bisa juga disebarkan lewat lendir mulut atau sistem pernapasan dan
sentuhan langsung dengan cairan di dalam lepuhnya. Sesudah berhubungan dengan orang
yang terkena, biasanya makan waktu di antara 3-5 hari baru lepuhnya timbul. Selama
masih ada cairannya, lepuh ini bisa menulari. Virus ini bisa berminggu-minggu berada
di dalam kotoran. 

Manifestasi klinis.
Penyakit tangan, kaki dan mulut yang ringan biasanya disebabkan oleh Coxsackievirus.
Anak usia di bawah 5 tahun sering terkena infeksi virus ini, meskipun pada orang
dewasa dapat juga terjadi. Infeksi Coxsackievirus mungkin sama sekali tidak
menunjukkan gejala atau hanya ringan 
Gejala penyakit diawali dengan demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti nyeri
tengorokan atau infeksi tengorokan (faringitis), sulit makan dan minum karena nyeri
akibat luka di mulut dan lidah. Kadang disertai sedikit pilek atau gejala seperti
flu. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus atau luka dimulut seperti
sariawan di sekitar lidah, gusi, pipi sebelah dalam, terasa nyeri sehingga sukar
untuk menelan. Bersamaan dengan itu timbul rash atau ruam atau vesikel (lepuh
kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak
tangan dan kaki. Kadang-kadang rash atau ruam (makulopapel) ada dibokong. 
Pada bayi atau anak usia di bawah 5 tahun yang timbul gejala berat harus dirujuk ke
rumah sakit. Gejala yang dianggap berat adalah hiperpireksia (suhu lebih dari 39oC)
atau demam tidak turun-turun, denyut jantung sangat cepat (Tachicardia), sesak,
malas makan minum, muntah atau diare dengan dehidrasi, badan sangat lemas, kesadaran
turun atau kejang-kejang.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit ini adalah infeksi selaput otak atau
meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa atau non bakterial), infeksi otak
atau encefalitis (bulbar), infeksi otot jantung atau miokarditis (Coxsackie Virus
Carditis) dan perikarditis, paralisis akut flasid (Polio-like illness), infeksi paru
atau pneumonia. Resiko untuk terjadi ancaman jiwa lebih sering terjadi pada infeksi
enterovirus 71, sedangkan virus Coxsackie sangat jarang terjadi ancaman jiwa kecuali
pada penderita dengan kondisi daya tahan tubuh yang menurun.
Diagnosis laboratorium adalah dengan mendeteksi virus melalui Immuno histochemistry
(insitu) Imunofluoresensi antibodi (indirek), Isolasi dan identifikasi virus.
Pemeriksaan lain dengan mendeteksi RNA seperti RT-PCR Primer, partial DNA sekuensing
(PCR Product). Sebenarnya secara klinis atau tanpa pemeriksaan laboratorium sudah
cukup untuk mendiagnosis KTM. Sedangkan melalui pemeriksaan penunjang tersebut dapat
diketahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.
Penanganan penyakit ini tidak ada yang khusus, karena merupakan penyakit �self
limiting disease� atau penyakit yang sembuh sendiri dalam 7-10 hari. Penderita perlu
istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Obat golongan paracetamol atau penurun
panas digunakan dalam penganan demam yang terjadi. Dalam keadaan tertentu dapat
diberikan Immunoglobulin IV (IGIV) pada pasien dengan daya tahan tubuh yang menurun
seperti pada bayi. Pemberian cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit
minum dan demam. 

Pencegahan dan Antisipasi
Perilaku hidup sehat dan bersih adalah pencegahan dan perlindungan terbaik.
Sebaiknya mencuci tangan dengan sabun dan air sesudah ke WC, sebelum makan, sesudah
membuang ingus dan sesudah mengganti popok atau pakaian kotor. Pinjam-meminjam
cangkir, sendok garpu, alat kebersihan pribadi misalnya handuk, lap muka, sikat gigi
dan pakaian, terutama sepatu dan kaus kaki adalah perilaku yang berpotensi
mempercepat penyebaran penyakit ini. Mencuci pakaian kotor harus dengan baik dan
higienis. Perilaku batuk dan bersin, sebaiknya harus menutup mulut dan hidung dengan
baik. Bersihkanlah hidung serta mulut dengan tisu wajah, sesudah dipakai sekali
buanglah, kemudian cucilah tangan. Anak yang terkena penyakit tangan, kaki dan mulut
seyogyanya jangan dulu ke sekolah atau tempat penitipan anak sampai lepuhnya
mengering. Penyakit ini sebaiknya dilaporkan kepada pengurus tempat penitipan anak
atau kepala sekolah untuk dilakukan pencegahan dengan baik. 
Seperti halnya infeksi virus pandemi lainnya seperti SARS atau flu
burung, fenomena infeksi enterovirus 71 di bagian selatan Cina tersebut
sangat berpotensi menyebar di Negara Indonesia bila tidak dilakukan
antisipasi dengan baik. Meskipun diakui untuk melakukan skrening atau
deteksi manusia yang masuk dari negera tersebut ke Indonesia sulit
dilakukan. Paling tidak departemen kesehatan dan berbagai jajarannya
termasuk tenaga medis di Indonesia nantinya harus cepat dalam
mengantisipasinya. Tindakan yang mungkin segera dapat dilakukan oleh
pemerintah adalah melakukan �traveller warning� kepada masyakat
Indonesia dalam berkunjung ke daerah yang berpotensi terjadi penularan.
Nantinya harus lebih dicermati apakah infeksi KTM yang terjadi di dalam
masyarakat adalah Coxsackie A 16 atau Enterovirus 71. Untuk itu
diperlakukan penemuan kasus dan pelaporan yang baik dan terkoordinasi
bila terjadi. Jangan sampai infeksi enterovitrus 71 sudah banyak
mengancam nyawa anak Indonesia, tetapi tindakan antisipasi baru
dilakukan.



Daftar Pustaka

Cherry JD. Enteroviruses: polioviruses, coxsackieviruses, echoviruses and
enteroviruses. In: Textbook of Pediatric Infectious Diseases. 5th ed. 2005:2007. 
Chang LY, Tsao KC, Hsia SH, et al. Transmission and clinical features of enterovirus
71 infections in household contacts in Taiwan. JAMA. Jan 14 2004;291(2):222-7. 
Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Viral infections of skin and mucosa. In:
Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed. New York, NY:
McGraw-Hill; 2005:790-92. 
Chen KT, Chang HL, Wang ST, Cheng YT, Yang JY. Epidemiologic features of
hand-foot-mouth disease and herpangina caused by enterovirus 71 in Taiwan,
1998-2005. Pediatrics. Aug 2007;120(2):e244-52. 
Wang CY, Li Lu F, Wu MH, et al. Fatal coxsackievirus A16 infection. Pediatr Infect
Dis J. Mar 2004;23(3):275-6. 
LAKIP


CACAK